Selasa, 27 November 2012

Jurnal Kepuasan Konsumen


Nama: Tassya Anjani P
Kelas: 3EA10
NPM: 16210825

PERILAKU KONSUMEN DALAM PEMBELIAN BAKSO DI MALANG
THE CONSUMERS` BEHAVIOR IN PURCHASING MEATBALLS IN MALANG
Budi Hartono*, Umi Wisapti Ningsih, dan Nila Fithria Septiarini

Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya, Jl. Veteran, Malang, Jawa Timur

INTISARI
Penelitian dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui karakteristik dan faktor yang mempengaruhi pembelian
bakso sapi di Malang. Penelitian dilakukan di Malang, Jawa Timur pada bulan Maret 2011. Jumlah responden sebanyak 120 konsumen yang dipilih secara Accidental Sampling. Data dianalisis dengan cara deskriptif dan analisis faktor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden melakukan pembelian bakso adalah perempuan, berstatus pelajar, mempunyai umur di bawah 35 tahun, pendapatan individu yang diperoleh antara Rp. 1.000.000,00 sampai Rp. 2.000.000,00 per bulan dan harga bakso dikategorikan terjangkau oleh konsumen. Pola mengkonsumsi bakso bukan sebagai makanan pokok tetapi sebagai kuliner, hobi, dan makanan camilan. Delapan faktor yang dipertimbangkan responden secara berurutan adalah harga, kelas sosial, kemudahan mencapai lokasi, parkir, tampilan penyajian, kepuasan, pendapatan, dan demografi.

ABSTRACT
The objective of this research were to analyzed the characteristics and the factors influencing the purchasing of
meatballs in Malang. The research was conducted in Malang, East Java in March 2011. One hundred and twenty
consumers were chosen as respondents by Accidental Sampling method. Data were analyzed by descriptive and factor analyses. The results showed that most customers were women, student status, with the age below 35 years old, and incomes level of IDR 1.000.000,00 into IDR 2.000.000,00 per month. The meatball`s price was affordable by the consumers. The meatball`s purchasing patterns showed that the meatball was consumed not as a main meal but only for culinary, hobby and also as snacks. The eight factors considered by consumers of meatball purchasing consecutively were price, social class, accessibility, parking, display presentation, satisfaction, income and demographics, respectively.

Pendahuluan
Kota Malang juga dikenal sebagai kota Bakso selain kota Apel. Bakso merupakan makanan daging sapi yang dicampur dengan terigu yang dimasak dengan proses tertentu untuk dikonsumsi. Bakso sangat populer dan digemari semua kalangan dengan harga yang bervariasi dan terjangkau oleh konsumen. Tarwotjo et al. (1971) menjelaskan bahwa bakso daging sapi merupakan sumber protein hewani karena daging sapi mengandung protein yang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia. Usaha bakso membutuhkan tenaga kerja mulai dari lokasi penggilingan, sampai daerah produsen dan pemasaran. Bakso dibuat menggunakan daging segar agar dihasilkan bakso yang kenyal dan kompak. Bahan baku bakso umumnya berasal dari daging paha belakang sapi, akan tetapi dapat juga dibuat dari bagian karkas lainnya. Usaha bakso dapat digolongkan sebagai usaha kecil. Parubak et al. (2004) menjelaskan bahwa usaha kecil mempunyai peranan penting dan strategis dalam mewujudkan pembangunan nasional. Usaha kecil merupakan usaha yang ditekuni oleh sebagian besar masyarakat dan merupakan usaha yang mampu memperluas lapangan kerja dan memberikan pelayanan yang luas kepada masyarakat. Pemerintah terus berupaya membina kelompok usaha kecil agar menjadi usaha yang semakin efisien dan mampu berkembang mandiri dan dapat membuka lapangan kerja baru. Dua faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan konsumen dalam melakukan pembelian yaitu faktor internal dan faktor eksternal
(Asseal, 1992). Faktor eksternal terdiri dari faktor lingkungan dan strategi bauran pemasaran. Faktor lingkungan terdiri dari faktor budaya, referensi dan kelas sosial. Strategi bauran pemasaran terdiri dari produk, harga, promosi, dan distribusi. Faktor internal terdiri dari faktor gagasan dan karakteristik konsumen. Faktor internal dan eksternal dalam interaksinya dapat mempengaruhi perilaku konsumen baik secara individual maupun secara bersama-sama. Konsumen melakukan pembelian tidak terlepas dari karakteristik produk baik mengenai penampilan, gaya, mutu dan harga dari produk tersebut. Penetapan harga oleh penjual akan berpengaruh terhadap perilaku pembelian konsumen, sebab harga yang dapat dijangkau oleh konsumen akan cenderung membuat konsumen melakukan pembelian terhadap produk tersebut. Karakteristik penjualan bakso akan mempengaruhi keputusan membeli. Konsumen akan menilai mengenai penjual, baik mengenai pelayanan, mudahnya memperoleh produk dan sikap ramah dari penjual
(Tedjakusuma et al., 2001). Penjual bakso harus memahami keinginnan konsumen dengan cara mempelajari perilaku konsumen agar konsumen bersedia membeli baksonya. Pemahaman perilaku konsumen yang baik dan tepat diharapkan akan mengembangkan kegiatan pemasarannya. Penjual bakso daging perlu mengenal konsumen, sasaran dan model keputusan yang dilakukan oleh konsumen, sehingga penjual bakso daging mengetahui motif konsumen dalam menilai bakso daging yang sesuai dengan hati nuraninya. Analisis faktor digunakan untuk menentukan urutan faktor yang dipertimbangkan oleh konsumen dalam membeli bakso daging di Kota Malang, sehingga perlu dilakukan penelitian agar penjual bakso dapat mempertahankan eksistensinya.

Materi dan Metode

Penelitian dilakukan dengan metode survei di Kota Malang dengan pertimbangan bahwa Kota Malang dikenal sebagai Kota Bakso. Pengambilan data dilaksanakan pada bulan Maret 2011 di lima lokasi terbesar yang diambil secara purposive sampling yaitu Bakso Solo Kidul Pasar, Bakso Kota Cak Man, Bakso Bakar Pahlawan Trip, Bakso Presiden dan Bakso Duro Kepanjen. Jumlah sampel sebanyak 120 responden yang diambil secaranAccidental Sampling. Pengumpulan data primer dengan melakukan tanya jawab dengan responden berdasarkan kuesioner yang telah dipersiapkan. Analisis statistik deskriptif digunakan untuk mendiskripsikan karakteristik responden yang diteliti serta distribusi item dari tiap variabel dalam angka persentase. Analisis faktor digunakan untuk menentukan urutan faktor yang dipertimbangkan oleh konsumen dalam membeli bakso. Jenis data yang digunakan analisis faktor adalah data ordinal dan skala pengukuran yang digunakan adalah skala Likert

Hasil dan Pembahasan

Gambaran umum responden

Hasil survei menunjukkan bahwa usia konsumen yang mendominasi adalah kelompok usia 16–25 tahun sebanyak 62,5% dan usia 26–35 tahun sebanyak 25,83% (Tabel 1). Kelompok usia ini tergolong usia produktif sehingga memerlukan kandungan nutrisi yang cukup bagi tubuh dan perlunya menjaga kesehatan. Konsumen pada usianmuda (remaja) dipengaruhi oleh aktifitas yang ditekuninya, teman-teman, dan penampilan dari generasi tersebut. Usia responden diatas 45 tahun lebih sedikit dikarenakan pada usia ini seseorang lebih berhati-hati dalam memilih dan mengkonsumsi makanan yaitu lebih memilih makanan terbuat dari sayur-mayur (Kasali, 1998 cit. Hermanianto dan Andayani, 2002). Hasil survei menunjukkan (Tabel 2) bahwa responden perempuan (53,33%) lebih banyak dijumpai dibanding laki-laki (46,67%) karena perempuan mempunyai kecenderungan senang berkumpul dan sering secara bersama-sama membeli atau jajan bakso dengan tidak direncanakan. Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Hermanianto dan Andayani (2002) yang menjelaskan bahwa pembeli bakso lebih didominasi kaum perempuan karena perempuan mempunyai kecenderungan lebih senang berbelanja, mudah terpengaruh oleh emosi dan menyukai jajan atau ngemil. Alasan ini yang melatarbelakangi wanita sebagai konsumen terbesar bakso sapi. Kelompok sasaran berdasarkan pendidikan yang ditempuh konsumen menunjukkan bahwa sebanyak 44,17% responden memiliki pendidikan akhir SMU dan 39,17% responden memiliki pendidikan akhir sarjana (Tabel 3), sehingga sebagian besar konsumen adalah berpendidikan tinggi dan terpelajar. Pendidikan sebagai faktor psikologis yang berpengaruh terhadap jenis dan mutu bahan makanan yang akan dikonsumsi. Hal ini memperlihatkan bahwa tingkat pemahaman dan pengetahuan seseorang tentang pentingnya kandungan gizi dipengaruhi oleh tingkat pendidikan (Kasali, 1998 cit. Hermanianto dan Andayani, 2002). Data berdasarkan alasan konsumen membeli bakso menunjukkan bahwa mayoritas konsumen mengkonsumsi bakso karena bukan sebagai makanan utama (3,33%) tetapi sebagai kuliner, hobi, makanan camilan (Tabel 4). Konsumen membeli bakso kuah umumnya dicampur dengan makanan lain seperti gorengan, tahu atau sedikit mie basah. Responden membeli bakso biasanya di tempat terkenal dan memiliki rasa yang sesuai dengan selera konsumen. Produk bakso tetap digemari oleh konsumen. Karakteristik utama responden dalam membeli bakso adalah daya beli konsumen yang dapat diperhatikan dari penghasilan yang diperoleh konsumen setiap bulan. Kebanyakan konsumen membeli bakso selain memperhatikan harga juga memperhatikan cara penyajian yang cepat dan praktis. Rerata harga bakso satu porsi di Malang Rp. 5.000,00. Hasil survei menunjukkan bahwa harga satu porsi bakso tersebut adalah sedang (Tabel 5) atau cukup yang berarti tidak terlalu mahal ataupun tidak terlalu murah, sedangkan bakso tersebut dianggap konsumen bukan sebagai makanan utama.

Analisis faktor

Hasil analisis faktor perilaku konsumen dalam pembelian bakso di Malang menghasilkan 8 faktor yang terbentuk (Tabel 7). Tabel 7 memperlihatkan bahwa faktor-faktor yang terbentuk merupakan faktor yang dipertimbangkan konsumen dalam pembelian bakso di Malang sebesar 63,76% dan sisanya sebesar 37,14% merupakan faktorfaktor yang tidak terlalu dipertimbangkan oleh konsumen. Untuk lebih jelasnya akan dibahas interpretasi tiap faktor dari kedelapan faktor yang terbentuk (Tabel 7). Faktor persepsi konsumen merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen dalam membeli produk bakso daging sapi memiliki persentase varian sebesar 16,69% dan merupakan urutan pertama yang dipertimbangkan oleh konsumen karena mempunyai nilai Eigen Value terbesar yaitu 3,672. Variabel yang memiliki factor loading terbesar pada persepsi konsumen adalah variabel harga yaitu sebesar 0,717 yang artinya variabel harga memiliki korelasi sangat kuat terhadap faktor persepsi konsumen. Responden mempertimbangkan harga bakso karena menurut penilaian responden tingkat harga akan mempengaruhi jumlah pembelian suatu produk yang akan dikonsumsi. Hal tersebut diperkuat dengan penilaian harga tidak terlalu mahal untuk setiap porsi bakso adalah Rp. 5.000,00 yang termasuk kategori sedang (57,5%) (Tabel 5), sehingga apabila harga bakso terlalu tinggi maka responden akan mempertimbangkan ulang sebelum membeli produk tersebut. Faktor lingkungan memiliki persentase varian sebesar 9,310% dan memiliki urutan kedua faktor yang dipertimbangkan oleh konsumen dengan nilai Eigen Value terbesar yaitu 2,048. Variabel yang memiliki factor loading terbesar pada faktor lingkungan adalah variabel kelas sosial sebesar 0,741 yang artinya bahwa variabel kelas social memiliki korelasi kuat terhadap faktor lingkungan, sedangkan variabel yang memiliki factor loading terkecil adalah variabel kebudayaan sebesar 0,680 yang artinya bahwa variabel kebudayaan memiliki korelasi paling lemah jika dibandingkan dengan kedua variabel lain yang mendukung pada faktor lingkungan. Kebudayaan tidak terlalu dipertimbangkan oleh responden, dikarenakan responden membeli produk bakso bukan karena adat atau kebiasaan masyarakat tertentu untuk mengkonsumsi produk ini. Produk ini bukan menjadi makanan utama bagi responden. Hal ini diperkuat dengan penilaian responden bahwa produk bakso bukan menjadi makanan utama hanya 3,33% (Tabel 5). Produk ini dikonsumsi hanya sebagai kuliner, hobi, dan makanan camilan.
Kelas sosial responden mempertimbangkan untuk membeli produk bakso tersebut. Tingkat penghasilan responden sangat berpengaruh terhadap pembelian produk bakso. Penghasilan yang lebih akan mempengaruhi kemudahan responden untuk membeli produk tersebut. Hal ini diperkuat dengan data responden yang memiliki penghasilan Rp. 1.000.000,00 – Rp. 2.000.000,00 sebanyak 52,50% (Tabel 6) akan membeli produk tersebut lebih mudah karena menganggap produk tersebut memiliki harga yang relatif terjangkau. Faktor referensi memiliki persentase varianssebesar 8,707% merupakan faktor urutan ketiga yang dipertimbangkan oleh konsumen dengan nilai Eigen Value terbesar yaitu 1,915. Variabel yang memiliki factor loading terbesar adalah variable kemudahan mencapai lokasi sebesar 0,814 yang artinya bahwa variabel kemudahan mencapai lokasi memiliki korelasi kuat terhadap faktor referensi.
Faktor yang menyebabkan perilaku pembelian seseorang bisa juga dipengaruhi oleh referensi kelompok. Referensi kelompok adalah kelompok sosial yang menjadi ukuran seseorang (bukan anggota kelompok tersebut) untuk membentuk kepribadian dan perilakunya (Sudarmiatin,  2009). Tingkat pengetahuan yang kurang pada responden terhadap lokasi-lokasi pemasaran produk bakso menjadi pertimbangan konsumen untuk menerima pendapat atau masukan-masukan yang diberikan oleh orang-orang disekitar responden.
Faktor promosi disini sangat berpengaruh terhadap keputusan pembelian produk tersebut oleh responden.
Faktor promosi salah satunya yaitu tentang kemudahan mencapai lokasi produk tersebut dipasarkan. Kemudahan mencapai lokasi tersebut sangat dipertimbangkan responden untuk membeli produk tersebut, karena apabila lokasi tersebut sulit dijangkau maka responden akan memilih lokasi yang lainnya.
Faktor kepedulian produsen memiliki persentase varians sebesar 6,951% dan memiliki urutan keempat faktor yang dipertimbangkan oleh konsumen dengan nilai Eigen Value terbesar yaitu 1,529. Variabel yang memiliki factor loading terbesar adalah variabel tempat parkir sebesar 0,780 yang artinya bahwa variabel tempat parkir memiliki korelasi kuat terhadap faktor kepedulian produsen. Tempat parkir pada lokasi penjualan produk sangat dipertimbangkan oleh responden, karena konsumen akan lebih merasa nyaman jika pada saat menikmati bakso, kendaraan yang diparkir terletak pada tempat yang aman dan diawasi oleh petugas parkir. Sulistyawati (2004), menyatakan bahwa tersedianya sarana parkir yang memadai dan aman merupakan faktor yang mempengaruhi konsumen dalam pembelian suatu produk, karena hal ini dapat memberikan keamanan dan kenyamanan terutama dari gangguan pengamen, pedagang asongan dan pengemis. Kebersihan tempat juga dipertimbangkan oleh responden, karena lokasi yang bersih, sarana dan prasarana yang bersih, serta sirkulasi udara yang lancar akan menambah nafsu makan responden. Kebersihan tempat merupakan salah satu yang harus diperhatikan oleh pemilik usaha produk tersebut dikarenakan apabila tempat penyajian produk tidak bersih akan menyebabkan penyebaran penyakit yang ditularkan oleh konsumen kepada konsumen yang lainnya. Faktor karakteristik produk memiliki persentase varian sebesar 6,938%. Variabel tampilan penyajian memiliki factor loading terbesar 0,924 bahwa variabel tampilan penyajian memiliki korelasi kuat terhadap faktor karakteristik produk. Tampilan penyajian suatu produk sangat dipertimbangkan oleh responden dalam membeli bakso daging sapi. Penyajian produk yang diberikan pada responden kurang menarik akan mengurangi selera makan responden begitu juga sebaliknya jika penyajian produk terlihat menarik maka responden akan bertambah selera makan. Tampilan penyajian suatu produk sangat berkaitan dengan rasa dan tekstur produk yang disajikan. Faktor pengalaman memiliki persentase varian sebesar 5,663%. Variabel yang memiliki factor loading terbesar adalah variabel kepuasan sebelumnya sebesar 0,798 yang artinya bahwa variable kepuasan sebelumnya memiliki korelasi kuat terhadap faktor pengalaman. Kepuasan pembelian produk sebelumnya merupakan salah satu hal yang sangat dipertimbangkan oleh responden dalam pembelian produk tersebut. Hal ini dikarenakan pengalaman pembelian produk sebelumnya akan menjadi kesan tersendiri bagi para responden. Apabila responden merasa puas pada saat membeli produk sebelumnya maka responden akan membeli produk tersebut kembali. Selain itu hobi merupakan suatu hal yang berpengaruh terhadap responden dalam pembelian produk tersebut karena produk bakso daging sapi merupakan makanan yang banyak digemari oleh berbagai kalangan masyarakat sehingga banyak responden yang membeli produk tersebut karena kesenangan atau hobi mengkonsumsi produk tersebut. Faktor kepuasan konsumen memiliki persentase varian sebesar 4,790%. Variabel yang memiliki factor loading terbesar adalah variabel pendapatan sebesar 0,748 yang artinya bahwa variabel ini memiliki korelasi kuat terhadap faktor kepuasan konsumen. Pendapatan berkaitan dalam mempertimbangkan pembelian produk bakso. Responden yang memiliki pendapatan lebih banyak cenderung memiliki kepribadian yang boros atau lebih mudah menghambur-hamburkan uang untuk mendapatkan kepuasan, sehingga responden lebih banyak membeli produk tersebut untuk memenuhi kepuasan mengkonsumsi produk tersebut. Sebaliknya jika responden berpenghasilan lebih sedikit cenderung memiliki kepribadian yang lebih terkendali sehingga para responden tidak hanya memikirkan kepuasan semata. Sulistyawati (2004) menyatakan bahwa tingkat pendapatan juga mempunyai pengaruh terhadap keputusan pembelian konsumen. Pendapatan yang dimaksud disini adalah pendapatan individu konsumen. Pendapatan menjadi hal yang sangat penting karena keputusan pembelian erat kaitannya dengan tingkat pendapatan seseorang dan pengeluaran seseorang. Semakin tinggi tingkat pendapatan seseorang cenderung semakin tinggi pula pengeluaran yang dilakukan. Faktor karakteristik konsumen memiliki persentase varian sebesar 4,708% dan merupakan urutan kedelapan yang dipertimbangkan oleh konsumen karena mempunyai nilai Eigen Value terbesar yaitu 1,036. Variabel demografi sudah pasti memiliki factor loading terbesar karena variable demografi merupakan variabel satu-satunya yang diwakili faktor karakteristik konsumen yaitu sebesar 0,767 yang artinya bahwa variabel demografi memiliki korelasi yang sangat kuat terhadap faktor karakteristik konsumen. Demografi konsumen didekati dengan variabel-variabel seperti usia, jenis kelamin, pendidikan, dan pendapatan. Responden wanita cenderung lebih senang berbelanja, mudah terpengaruholeh emosi, dan menyukai jajan atau makanan camilan.

Kesimpulan

Sebagian besar responden yang melakukan pembelian bakso adalah perempuan, berstatus pelajar, mempunyai umur di bawah 35 tahun, pendapatan individu yang diperoleh antara Rp. 1.000.000,00 sampai Rp. 2.000.000,00 per bulan dan harga bakso Rp. 5.000,00 seporsi dapat dikategorikan terjangkau. Pola mengkonsumi bakso bukan sebagai makanan pokok tetapi sebagai kuliner, hobi, dan makanan camilan. Delapan faktor yang dipertimbangkan responden secara berurutan adalah harga, kelas sosial, kemudahan mencapai lokasi, parkir, tampilan penyajian, kepuasan, pendapatan, dan demografi.

Daftar Pustaka

Asseal, H. 1992. Consumer Behavior and Marketing Action. New York: PWS-KENT. Publishing Company, Boston.
Hermanianto, J. dan R.Y. Andayani. 2002. Studi perilaku konsumen dan identifikasi parameter
bakso sapi berdasarkan preferensi konsumen di wilayah DKI Jakarta. Jurnal Teknologi dan Indutri Pangan 13(1): 1-10.
Parubak, B., A. Thoyib, dan A. Suman. 2004. Faktor faktor yang dipertimbangkan konsumen
dalam pembelian kain donggala di Kotamadya Palu. Kumpulan Artikel Seminar Hasil Penelitian. Bidang Kajian Perilaku Konsumen. Program Magister Manajemen. Pascasarjana, Universitas Brawijaya. Malang.
Hal. 1-12.
Sudarmiatin. 2009. Model perilaku konsumen dalam perspektif teori dan empiris pada jasa pariwisata. Jurnal Ekonomi Bisnis 14(1): 1- 11.
Sulistyawati, E. 2004. Analisis faktor faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen dalam keputusan pembelian produk patung kayu pada toko kerajinan di Kecamatan Sukawati, Gianyar, Bali.
Kumpulan artikel Seminar Hasil Penelitian. Bidang kajian Perilaku Konsumen. Program Magister Manajemen Universitas Brawijaya Malang. Hal. 67-84.
Tedjakusuma, R., S. Hartini, dan Muryani. 2001. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen dalam pembelian air minum mineral di Kotamadya Surabaya. Jurnal Penelitian Dinamika Sosial 2(3): 48-58.  
Tarwotjo, I., S. Hartini, S. Soekirman, dan Soekarno. 1971. Komposisi Tiga Jenis Bakso. Akademi Gizi, Jakarta.

Minggu, 25 November 2012

Proposal



ANALISIS KINERJA KEUANGAN PADA PT. KIMIA FARMA (PERSERO). TBK”

PENDAHULUAN
    1. Latar Belakang Masalah
Indonesia sebagai salah satu negara sedang berkembang dituntut untuk senantiasa meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakatnya melalui pembinaan pilar ekonomi yang dianggap mampu menopang dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara adil dan merata. Selain Koperasi, Swasta, maka salah satu pilar ekonomi yang dianggap mampu untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat Indonesia adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Akan tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa setelah bangsa ini terkena imbas dari krisis global pada akhir tahun 2008 menyebabkan perekonomian dunia mengalami keterpurukan di sektor keuangan. Berbagai bidang usaha yang dengan susah payah dibangun oleh pemerintah kepada perusahaan yang satu persatu mengalami kebangkrutan dan bahkan tidak cukup hanya sampai disitu para karyawan pun menuai dampak lebih parah dengan PHK secara besar-besaran. Dalam kondisi yang semakin terpuruk tersebut, pemerintah melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN) melakukan pembenahan, meski belum menunjukkan hasil yang cukup menggembirakan, akan tetapi Badan Usaha Milik Negara merupakan salah satu pelaku ekonomi yang diangap mampu dan dapat diandalkan untuk menjadi lokomitif ekonomi Indonesia dalam kompetisi ekonomi Nasional maupun Internasional. Dalam upaya perbaikan ekonomi pasca krisis tersebut, pemerintah pun melakukan kegiatan restrukturisasi yang dilakukan dengan memasukkan - swasta beserta seluruh jaminan kreditnya menjadi milik pemerintah, sehingga dengan demikian 80% aset produktif bangsa Indonesia berada dalam manajemen BUMN.

Penilaian kinerja keuangan swasta umumnya menggunakan anaslisis likuiditas, solvabilitas, dan rentabilitas. Hasil penilaian kinerja keuangan swasta tidak diatur secara baku dengan peraturan pemerintah, sedangkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dinilai kesehatannya dengan menggunakan peraturan yang sudah dibakukan. Penilaian meliputi aspek keuangan, operasional dan administrasi yang diberikan suatu bobot tertentu, meliputi yang bergerak dibidang infrastruktur dan non infrastruktur. Penilaian Tingkat Kesehatan BUMN berlaku bagi selur BUMN non jasa keuangan maupun BUMN jasa keuangan kecuali Persero Terbuka dan BUMN yang dibentuk dengan Undang-Undang tersendiri. (Arifin, 2003: 91)
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai pelaku ekonomi terbesar di Indonesia diharapkan untuk mampu terus tumbuh dan berkembang agar mampu melakukan kompetisi di era yang semakin terbuka. Dengan aset yang begitu besar dan bergerak pada dua jenis BUMN yakni BUMN Infra struktur dan Non Infrastruktur hampir semua bidang ekonomi seperti : Industri dan perdagangan, Kawasan Industri dan Jasa Konstruksi, dan Konsultasi, Perhubungan telekomunikasi dan Pariwisata, pertanian dan perkebunan, pelayanan umum, dan lain-lain. Sehingga dengan demikian kinerja BUMN dianggap sangat berpengaruh terhadap kinerja perekonomian Indonesia pada umumnya.
PT. Kimia Farma (Persero). Tbk. Merupakan sebuah perusahaan pelayanan kesehatan yang terintegrasi, bergerak dari hulu ke hilir, yaitu : industri, marketing, distribusi, ritel, laboratorium klinik dan klinik kesehatan. Sebagai perusahaan publik sekaligus BUMN, Kimia Farma berkomitment penuh untuk melaksanakan tata kelola perusahaan yang baik sebagai suatu kebutuhan sekaligus kewajiban sebagaimana diamanatkan Undang-undang No. 19/2003 tentang BUMN.
Dengan dukungan kuat Riset dan Pengembangan, segmen usaha yang dikelola oleh perusahaan induk ini memproduksi obat jadi dan obat tradisional, yodium, kina dan produk-produk turunannya, serta minyak nabati. Lima fasilitas produksi yang tersebar di kota-kota besar di Indonesia merupakan tulang punggung dari segmen industri, dimana kelimanya telah mendapat sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan sertifikat ISO 9001, ISO 9002 dan ISO 14001 dari institusi luar negeri. (Llyod's, SGS, TUV).
Hasil produksi yang di buat oleh Pabrik Farmasi perusahaan baik produk obat-obat kimia, Formulasi dan herbal, dibagi dalam 6 (enam) lini produksi yaitu etikal, obat bebas, generik, narkotika, lisensi dan bahan baku. Hampir semua kelas terapi diakomodasi oleh produk perusahaan yang terdiri lebih dari 260 item produk dan dipasarkan keseluruh Indonesia serta di ekspor ke beberapa negara melalui jaringan distribusi perseroan atau yang memiliki perjanjian dengan perseroan. Sebagai bagian dari tanggung jawab sosialnya Kimia Farma berkomitmen untuk memastikan pasokan obat generik yang tetap ke pasar dalam negeri sesuai dengan misi perusahaan. (Sumber : www.kimiafarma.co.id)

Keadaan keuangan PT. Kimia Farma. Tbk adalah sebagai berikut yang tertera di bawah ini :
Tabel 1
Ringkasan Laporan Keuangan PT. Kimia Farma. Tbk
Tahun 2006-2007
KETERANGAN
2006
2007
%
Aktiva
1,261,224,634,982
1,386,739,149,721
9.95
Hutang
390,570,748,341
478,711,551,186
22.57
Ekuitas
870,653,886,641
908,027,598,535
4.29
Laba/Rugi Sebelum PPh Badan
67,628,693,155
82,469,927,042
21.95
Sumber : Laporan Keuangan PT. Kimia Farma (Persero). Tbk (diolah, 2008)
Tabel 2
Ringkasan Laporan Keuangan PT. Kimia Farma. Tbk
Tahun 2007-2008
KETERANGAN
2007
2008
%
Aktiva
1,386,739,149,721
1,445,669,799,639
4.25
Hutang
478,711,551,186
497,905,256,839
4.01
Ekuitas
908,027,598,535
947,764,542,800
4.38
Laba/Rugi Sebelum PPh Badan
82,469,927,042
96,105,856,142
16.53
Sumber : Laporan Keuangan PT. Kimia Farma (Persero). Tbk (diolah, 2009)
PT. Kimia Farma (Persero). Tbk pada tahun 2007 ,mengalami kenaikan aktiva sebesar 9,95%, kenaikan hutang sebesar 22,57%, ekuitas naik 4,29%. Laba sebelum PPh Badan naik sebesar 21,95% dibandingkan tahun 2006. Tahun 2006 PT. Kimia Farma memperoleh laba sebesar Rp. 67.628.693.155 dan tahun 2007 memperoleh laba sebesar Rp. 82.469.927.042.
PT. Kimia Farma (Persero). Tbk pada tahun 2008 ,mengalami kenaikan aktiva sebesar ,25%, kenaikan hutang sebesar 4,01%, ekuitas naik 4,38%. Laba sebelum PPh Badan mengalami kenaikan sebesar 16,53% dibandingkan tahun 2007.
Sebagai BUMN yang mempunyai tujuan mengembangkan industri kimia dan farmasi dengan melakukan penelitian dan pengembangan produk yang inovatif dan mengembangkan bisnis pelayanan kesehatan terpadu (health care provider) yang berbasis jaringan distribusi dan jaringan apotek. Dan juga meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia dan mengembangkan sistem informasi perusahaan. Selain itu perusahaan juga mempunyai tujuan untuk memperoleh laba. PT. Kimia Farma (Persero). Tbk harus menempuh langkah langkah yang diperlukan sehingga perusahaan dapat memaksimalkan laba.
Berdasarkan uraian diatas peneliti tertaik untuk melakukan penelitian mengenai kondisi keuangan PT. Kimia Farma (Persero). Tbk dan bagaiman kinerja keuangan tahun kedepan. Karena Menteri Badan Usaha Milik Nomor. KEP-100MBU/2002 mulai berlaku sejak tahun 2002.
    1. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalh maka rumusan masalah dalam peneltian ini adalah :
Bagaimana kinerja keuangan pada PT. Kimia Farma (Persero). Tbk berdasarkan Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor: KEP-100/MBU/2002.
    1. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
Untuk mengetahui kinerja keuangan pada PT. Kimia Farma (Persero). Tbk berdasarkan Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor: KEP-100/MBU/2002.
    1. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian adalah
    1. Bagi perusahaan, (PT. Kimia Farma (Persero). Tbk ), diharapkan dapat member masukan kepada perusahaan tentang kinerja keuangan berdasarkan Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor: KEP-100/MBU/2002.
    2. Bagi Akademis, diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan mengenai bagaiman cara menilai tingkat kesehatan BUMN dengan menggunakan Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor: KEP-100/MBU/2002 dan sebagai bahan referensi untuk penelitian yang berikutnya dimasa yang akan datang.
    3. Bagi pemrintah atau pihak lain yang berwenang diharapkan dapat memberi masukan untuk pengambilan keputusan dan membuat kebijan yang akan diambil mengenai PT. Kimia Farma (Persero).Tbk sehingga kinerja perusahaan dapat semakin meningkat yang dampaknya akan dirasakan masyarakat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Laporan Keuangan
Menurut Munawir (2002: 2) menyatakan bahwa laporan keuangan adalah hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat berkomunikasi antara data keuangan atau aktivitas suatu perusahaan dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan data atau aktivitas perusahaan tersebut. Sedangkan Dwi Prastowo D. dan Rifka Julianty (2002: 3) menyatakan bahwa laporan keuangan merupakan obyek dari analsis terhadap laporan keuangan. Oleh karna itu memahami latar belakang penyusunan dan penyajian laporan keuangan merupakan langkah yang sangat penting sebelum menganalisis laporan keuangan itu sendiri.
Menurut Eugne F, Brigham dan Joel F. Houston (2001: 78), laporan keuangan melaporkan posisi perusahaan pada suatu waktu tertentu dan operasinya selama beberapa periode yang lalu. Akan tetapi riil dari laporan keuangan adalah fakta bahwa laporan keuangan dapat digunakan untuk membantu memprediksi laba dan dividen masa depan.
Pemakai laporan keuangan meliputi berbagai macam pihak seperti investor dan calon investor, kreditor, pemasok, kreditor usaha lainnya, pelanggan, pemerintah, karyawan, masyarakat, dan para pemengang saham. M,anajemen juga berkepentingan terhadap informasi yang disajikan pada laporan keuangan. Laporan keuangan disusun dengan tujuan untuk informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja dan perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi. (Prastowo, Juliaty, 2002 : 5)
Ada tiga laporan keuangan dasar yang bias digunakan untuk menggambarkan kondisi keuangan dan kinerja perusahaan yaitu neraca, laporan laba rugi da laporan arus kas. Neraca memberikan gambaran mengenai aktiva, kewajiban, dan ekuitas para pemilik perusahaan untuk periode trertentu. Laporan laba rugi menggambarkan pendapatan bersigh dari kegiatan operasi perusahaan selam periode tertentu. Laporan arus kas menggabungkan informasi dari neraca dan laporan laba rugi utnuk menggambarkan sumber penggunaan kas selama periose tertentu dalam sejarah hidup perusahaan (Keown, 2001 : 107)
Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan, catatan dan laporan lain serta m,ateri penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan, termasuk juga skedul dan informasi tambahan yang berkaitan dengan laporan keuangan. Dua jenis laporan keuangan yang dibuat umumnya oleh setiap perusahaan adalah neraca dan laporan laba rugi (biasanya deilengkapi dengan laporan perubahan modal). Neraca adalah laporan keuangan yang memberikan informasi mengenai posisi keuangan (aktiva, kewajiban, dan ekuitas) perusahaan pada saat tertentu. Laporan laba rugi adalah laporan keuangan yang memberikan informasi mengenai kemampuan (potensi) perusahaan dalam menghasilakn laba (kinerja) selama periode tertentu. Meskipun neraca dan laporan laba rugi merupakan dua dokumen yang terpisah, akan tetapi keduanya mempunyai hubungan yan erat dan saling terkait, serta merupakan suatu siklus. Antara laporan neraca dan laporan laba rugi sering dihubungkan dengan suatu laporan yang disebut laporan perubahan modal (laba Ditahan) yang memberikan mengenai perubahan modal (laba ditahan)n selanm periode tertentu. (Prasotowo, Julianty, 2002 : 16)
2.1.2. Analsis Laporan Keuangan
Sofyan Syafri Harahap (1998: 189) berpendapat bahwa analisis laporan keuangan dijelaskan melalui arti masing-masing kata. Analisis yaitu menguraikan suatu unit menjadi berbagai unit yang lebih kecil. Sedangkan laporan keuangan adalah neraca, laporan laba, arus kas, dan dana. Dengan menggabungkan dua pengertian ini, maka analis laporan keuangan berarti menguraikan pos-pos laporan keuangan mejadi unit informas yang lebih kecil dan melihat hubungannya bersifat signifikan atau mempunyai makna antara satu dengan yang lain baik antara data kuantitatif maupun data non kuantitatif dengan tujuan untuk mengetahui kondisi keuangan lebih dalam yang sangat penting dalam proses menghasilkan keputusan yang tepat.
Menurut S. Munawir (2002: 36) ada dua metode analisis yang dapat digunakan yaitu :
  1. Anaslis horizontal, yaitu analsis dengan mengadakan perbandingan laporan keuangan untuk beberpa peride sehinggga dapat diketahui perkembangannya.
  2. Analisis vertical, dilakukan apabila laporan keuangan yang dianalsis hanya meliputi satu periode, yaitu dengan cara membandingkan antara pos yang satu dengan pos yang lainnya dalam laporan keuangan tersebut sehuingga hanya akan diketahui keadaan keuangan atau hasil operasi pada periode itu saja.

Metode analsis horizontal adalah metode analsis yang dilakukan dengan cara membadingkan laporan keuangan untuk beberapa tahun (periode) sehingga dapat diketahui perkembangan dan kecenderungannya. Disebut analisis horizontal karena nalais ini membandingkan pos yang sama untuk periode berbeda. Teknik analsis yang termasuk pada metode ini antara lain analsis perbandingan, analiss trend (index), analisis sumber dan penggunaan dana, analisis perubahan laba kotor. (Prastowo, Julianty, 2002 : 54)
Metode anasisli vertical adalah metode analiss yang dilakukan denga cara menganaslisi laporan keuangan pada tahun (periode) tertentu, yaitu dengan membandingkan antara pos yang satu dengan pos yang lainnya pada laporan keuangan yang sama untuk tahun (periode) yang sama. Teknuik nalsis yang termasuk pada klasifikasi metode ini antara lain analsis prosentase per komponen (Common Size), analisis rasio dan analisis impas. (Prastowo, Julianty, 2002 : 55)
Analisis keuangan akan membantu dalam menilai prestasi manajemen dimasa lalu dan prosepeknya dimasa depan. Dengan menganalsis prestasi keuangan, seorang analis keuangan akan dapat menilai apakah manajer keuangan dapat merencanakan dan mengimplementasikan ke dalam setiap tindakan secara konsisten dengan tujuan memaksimjumkan kemakmuran pemegang saham. Disamping itu, analisis semacam ini juga dapat dipergunakan oleh pihak lain seperti bank, untuk menilai cukup beralasan (layak) untuk memberikan tambahan dana atau kredit. Sedangkan bagi calon investor untuk memproyeksikan prospek perusahaan di masa depan. (Sartono, 2001 : 114)
Dari sudut pandang investor, analsis laporan keuangan digunakan untuk memprediksi masa depan. Sedangkan dari sudut pandang manajemen, analisis laporan keuangan digunakan untuk membantu mengantisipasi kondisi masa depan sebagai titik awal utnuk perencanaan tindakan yang akan mempengaruhi peristiwa dimasa depan. (Brigham, Houston, 2001 : 114)
2.1.3. Analisis Kinerja Keuangan BUMN Sesuai KEPMEN BUMN Nomor: KEP-100/MBU/2002
Pasal 2 keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor: KEP-100/MBU/2002: penilaian tingkat kesehatan BUMN berlaku bagi seluruh BUMN non jasa keuangan maupun maupun BUMN jasa keuangan kecuali persero terbuka dan BUMN yang dibentuk dengan undang-undang tersendiri. BUMN non jasa keuangan adalah BUMN yang bergerak dalam bidang usaha perbankan, asuransi, jasa pembiayaan dan jasa penjaminan.
Pasal 3 keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor: KEP-100/MBU/2002: tingkat kesehatan BUMN diglongkan menjadi:
  1. Sehat, yang terdiri dari:
AAA apabila skor (TS) lebih besar 95
AA apabila 80 <>
A apabila 65 <>
  1. Kurang sehat, yang terdiri dari :
BBB apabila 50 <>
BB apabila 40 <>
B apabila 30 <>
  1. Tidak sehat, yang terdiri dari :
CCC apabila 20 <>
CC apabila 10 <>
C apabila TS <>
Aspek dan bobot nilai yang digunakan dalam penilaian tingkat kesehatan BUMN yaitu aspek keuangan, aspek opersional, dan aspek administrasi.
Pasal 4 keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor: KEP-100/MBU/2002: Penilaian tingkat kesehatan BUMN yang bergerak dibidang non jasa keuangan dibedakan antara BUMN yang bergerak dalam bidang infrastruktur selanjutnya disebut BUMN infrastruktur dan BUMN yang bergerak dalam bidang non infrastruktur dan BUMN yang bergerak dala bidang non infrastruktur yang seklanjutnya disebut BUMN non infrastruktur.
Pasal 5 Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor: KEP-100/MBU/2002: BUMN infrastruktur adalah BUMN yang kegiatannya menyediakan barang dan jasa untuk kepentingan masyarakat luas, yang bidang usahanya meliputi:
  1. Pembagnkitan, transmisis atau pendistribusian tenaga listrik.
  2. Pengadaan dan atau pengoperasian sarana pendukung pelayanan andkutan barang atau penumpang baik laut, udara, atau kereta api.
  3. Jalan dan jembatan tol, dermaga pelabuhan laut atau danau, lapangan terbang dan bandara.
  4. Bendungan dan irigasi
BUMN non infrastruktur adalah BUMN yang bidang usahanya selain bidang usaha tersebut diatas.
Pasal 9 keputusan MEnteri Badan Usaha Milik Negara Nomor: KEP-1--/MBU/2002: BUMN wajib menerapkan penilain tingkat kesehatan berdasarkan keputusan ini kepada anak perusahaan BUMN sesuai dengan bidang usaha anak BUMN yang bersangkutan.
Indikator yang dinilai dan bobot dapat dinilai dibawah ini :
  1. Imbalan kepada pemengan saham atau Return on Equity (ROE)
ROE =
Laba Setelah Pajak
X 100%
Modal Sendiri

Keterangan
  1. Laba setelah pajak adalah laba setalah pajak dikurangi dengan laba hasil penjualan dan aktiva tetap, non produktif, dan lain-lain serta saham penyertaan langsung.
  2. Modal sendiri adalah seluruh komponen modal sendiri dalam neraca perusahaan pada posisi akhir tahun buku dikurangi dengan komponen modal sendiri yang digunakan untuk membiayai aktiva tetap dalam pelaksanaan dan laba tahun berjalan. Aktiva tetap dalam pelaksanaan adalah posisis akhir tahun buku aktiva tetap yang sedang dalam pelaksanaan.
Setelah ROE dihitung, selanjutnya diberi nilai skor.
  1. Imbalan Investasi atau Return on Invesment (ROI) dihitung dengan rumus
ROI =
EBIT + Penyusutan
X 100%
Capital Employed

Keterangan
  1. EBIT adalah laba sebelum bunga dan pajak dikurangi laba dari ahsil penjualan dari: aktiva tetap, aktiva lain-lain, aktiva non produktif, dan saham penyertaan langsung.
  2. Penyusutan adalah depresiasi, amortisasi dan deplasi.
  3. Capital Employed = Total aktiva – Aktiva dalam kontruksi atau pelaksanaan.
Setelah ROI dihitung selanjutnya diberi nilai skor.
  1. Rasio kas atau cash ratio dihitung dengan rumus
Cash Ratio =
Kas + Bank + Surat berharga jangka pendek
X 100%
Kewajiban Lancar

Keterangan:
  1. Kas, Bank, dan Surat Berharga Jangka Pendek adalah posisi masing-masing pada akhir tahun buku.
  2. Kewajiban Lancar adalah posisi seluruh kewajiban lancer pada akhir tahun buku.
Setelah dihitung selanjutnya diberi nilai skor.
  1. Current Ratio atau rasio lancer dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Current Ratio =
Aktiva Lancar
X 100%
Kewajiban Lancar

Keterangan:
  1. Aktiva lancar adalah posisi total aktiva lancer pada akhir tahun buku
  2. Kewajiban lancer adalah posisi total kewajiban lancer pada akhir tahun buku.
Selanjutnya hasil Current Ratio diberi nilai skor sebagai berikut:
  1. Collection Periods (CP) dihitung dengan rumus berikut:
Collection Periods =
Total Piutang Usaha
X 365 hari
Total Pendapatan Usaha

Keterangan:
  1. Total Piutang Usaha adalah posisi piutang usaha setelah dikurangi cadangan penyisihan piutang pada akhir tahun buku.
  2. Total Pendapatan Usaha adalah jumlah pendapatan usaha selama satu tahun buku.
Selanjutnya hasil Collection Periods diberi nilai skor.
  1. Perputaran Persediaan (PP) atau inventory Turnover dengaqn rumus sebagai berikut :
PP =
Total Persediaan
X 365 hari
Total Pendapatan Usaha

Keterangan :
  1. Total Persediaan adalah seluruh persediaan yang digunakan untuk proses produksi pada akhir tahun buku yang terdiri dari persediaan bahan baku, persediaan barang setenganh jasi, dan persediaan barang jadi ditambah persediaan peralatan dari suku cadang.
  2. Total Pendapatan Usaha adalah total pendapatan usaha dalam tahun buku yang bersangkutan.
Selanjutnya hasil Perputaran Persediaan diberi nilai skor.
  1. Perputaran Total Aset atau Total Aset Turnover (TATO) dihitung dengan rumus berikut :
TATO =
Total Peendapatan
X 100%
Capital Employed

Keterangan :
  1. Total Pnedapatan adalah total usaha dan non usaha tidak termasuk pendapatan dari hasil penjualan aktiva tetap.
  2. Capital Employed adalah posisi pada akhir tahun buku total aktiva dikurangi aktiva tetap dalam pelaksanaan.
Selanjutnya hasil Total Aset Turnover (TATO) diberi nilai skor.
  1. Rasio total modal sendiri terhadap total asset. TMS (total modal sendiri) terhadap TA (total aser) dihitung dengan rumus sebagai berikut ini :
TMS terhadap TA =
Total Modal Sendiri
X 100%
Total Asset

Keterangan :
  1. Total modal sendiri adalah seluruh komponen modal sendiri pada akhir tahun buku diluar dana-dana yang belum ditetapkan statusnya.
  2. Total asset adalah asset dikurangi degnan dana-danan yang belum ditetapkan statusnya pada posisi akhir tahun buku bersangkutan.

2.2. Penelititan Terdahulu
  1. Aay Muhaimin (2006): Analisa tingkat Kesehatan dari Aspek Keuangan Pada PT DOK dan Perkapalan Kodja Bahari (persero) Cabang Banjarmasin. Hasil penelitian menunjukan tingkat kesehatan pada aspek keuangan PT DOK dan Perkapalan Kodja Bahari (Persero) Cabang Banjarmasin dati tahun 2002-2004. Pada tahun 2002 skor diperoleh 32,5 digolongkan menjadi kurang sehat (BB). Pada tahun 2003 mengalami kenaikan skor menjadi 42,5 digolongkan menjadi kurang sehat (BBB). Tahun 2004 mengalami penurunan menjadi 28,5 digolongkan menjadi kurang sehat (BB). Persamaan dengan penelitian yang dilakukan adalah analisis dilakukan berdasarkan Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor: KEP-100/MBU/2002 pada aspek keuangan. Perbedaannya adalah objek penelitian dan tahun penelitian.
  2. Heny Rosana (2005): Analisis Kinerja Keuangan Pada PT (Persero) Pelabuhan Indonesia III Cabang Banjarmasin. Penelitian dilakukan selama lima tahun dari tahun 2002004. Hasil penelitian menunjukan pada tahun 2001 mengalami peningkatan dari kurang sehat atau predikat BBB (dengan skor 54) pada tahun 2000 menjadi sehat atau predikat A (dengan skor 76), yang disebabkan adanya peningkatan pada ROE, ROI, dan TATO. Pada tahun 2002 kinerja keuangan tidak mengalami perubahan dibandingkan 2001 yaitu sehat atau predikat A (dengan skor 74). Pada tahun 2003 kinerja keuangan mengalami penurunan menjadi sehat atau predikat BBB (dengan skor 55), yang disebabkan adanya penurunan ROE. Sedangkan tahun 2004 kinerja keuangan kembali mengalami peningkatan menjadi sehat atau predikat AA (dengan skor 43,5), yang disebakan adanya peningkatan pada ROE, ROI, Collection Period, dan TATO. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan adalah analisis dilakukan berdasarkan Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor: KEP-100/MBU/2002 pada aspek keuangan. Perbedaannya adalah objek penelitian dan tahun penelitian serta penelititan ini menganalisis kinerja keuangan untuk trend kedepan.
    1. Kerangka Pikir
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan laporan keuangan PT. Kimia Farma (Persero). Tbk. Untuk mendapatkan data keuangan tahun 2006, 2007, 2008 (laba/rugi) dengan menggunakan metode trend. Kemudian dihitung kinerja keuangan dari tahun 2006-2008 dengan menggunakan delapan indicator sesuai dengan Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor: KEP-100/MBU/2002. Hasil dari perhitungan akan menunjukan tingkat kesehatan dinilai dari aspek keuangan.
Kerangka pikir dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Bagan 1
Kerangka Pikir
PT. Kimia Farma (Persero). Tbk

1. Laporan Keuangan Tahun 2006-2008
2. Analisis Ratio (8 Indikator) Tahun 2006-2008
3. Analisis Kinerja Tahun 2006-2008 Berdasarkan KEPMEN BUMN No. KEP-100/MBU/2002

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Gambaran Umum Objek Penelitian
Objek dari penelitian adalah PT. Kimia Farma (Persero). Tbk yang beralamat Jl. Veteran No. 9 Jakarta. Periode penelitian dari tahun 2006-2008 dan penelitian ini adalah penelitian deskriptif.
3.1.1 Sejarah Perusahaan
Kimia Farma merupakan pioner dalam industri farmasi Indonesia. Cikal bakal perusahaan dapat dirunut balik ke tahun 1917, ketika NV Chemicalien Handle Rathkamp & Co., perusahaan farmasi pertama di Hindia Timur, didirikan. Sejalan dengan kebijakan nasionalisasi eks perusahaan-perusahaan Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah perusahaan farmasi menjadi PNF Bhinneka Kimia Farma. Selanjutnya pada tanggal 16 Agustus 1971 bentuk hukumnya diubah menjadi Perseroan Terbatas, menjadi PT Kimia Farma (Persero). Sejak tanggal 4 Juli 2001 Kimia Farma tercatat sebagai perusahaan publik di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya.
Berbekal tradisi industri yang panjang selama lebih dari 187 tahun dan nama yang identik dengan mutu, hari ini Kimia Farma telah berkembang menjadi sebuah perusahaan pelayanan kesehatan utama di Indonesia yang kian memainkan peranan penting dalam pengembangan dan pembangunan bangsa dan masyarakat.
Dengan dukungan kuat Riset & Pengembangan, segmen usaha yang dikelola oleh perusahaan induk ini memproduksi obat jadi dan obat tradisional, yodium, kina dan produk-produk turunannya, serta minyak nabati. Lima fasilitas produksi yang tersebar di kota-kota besar di Indonesia merupakan tulang punggung dari segmen industri.
Unit Distribusi yang direpresentasikan oleh PT. Kimia Farma Trading & Distribution sangat berperan penting dalam upaya peningkatan penjualan produk-produk Kimia Farma.
PT. Kimia Farma Apotek, adalah anak perusahaan yang dibentuk oleh Kimia Farma untuk mengelola Apotek-apotek milik perusahaan yang ada, dalam upaya meningkatkan kontribusi penjualan untuk memperbesar penjualan konsolidasi PT. Kimia Farma Tbk.
Menangkap peluang dari meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya arti Kesehatan, pembentukan unit usaha baru ini terutama ditujukan untuk memberikan layanan pemeriksaan Laboratorium Klinik dan Pemeriksaan Mikrobiologi Industri.
Layanan yang diberikan, yaitu :
  • Pemeriksaan Atas Permintaan Sendiri (APS)
  • Pemeriksaan Atas Permintaan Dokter(APD)
  • Medical Check Up
  • Pemeriksaan Mikrobiologi Industri
  • Pemeriksaan Rujukan
PT. Kimia Farma juga telah melakukan ekspansi bisnisnya tidak hanya di tingkat nasional tapi juga mulai memasuki tingkat perdagangan internasional. Produk-produk Kimia Farma yang mencakup produk obat jadi dan sediaan farmasi serta bahan baku obat seperti Iodine dan Quinine telah memasuki pasar dinegara : Erope, India, Jepang, Taiwan and New Zealand. Produk Jadi dan Kosmetik telah dipasarkan ke Yemen, Korea Selatan, Singapura, Malaysia, Vietnam, Sudan, and Papua New Guinea. Demikian juga untuk produk-produk herbal yang berasal dari bahan alami juga telah dipersiapkan proses registrasinya untuk memasuki pasar baru seperti : Filipina, Myanmar, Pakistan, Uni Emirat Arab, Oman, Bahrain and Bangladesh. Produk Herbal merupakan target utama korporasi untuk periode mendatang mengingat banyaknya peminat dan pembeli potensial yang telah menunjukkan minat untuk melakukan hubungan bisnis dengan perusahaan.
Isu tentang akan mergernya Kimia Farma dengan BUMN Farmasi lainnya sudah dimulai dari tahun 2001. Namun sampai saat ini merger tersebut belum terealisasi. Saat ini sedang dirancang merger antara Kimia Farma dan Indofarma yang diharapkan selesai plaing lambat Quarter I tahun 2010.
3.2. Jenis Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
  1. Data kuantitatif, yaitu data yang berupa angka-angka yang menunjukan jumlah atau banyaknya sesuatu, yaitu laporan keuangan perusahaan (neraca dan laporan laba rugi).
  2. Data kualitatif, yaitu data yang tidak dinyatakan dalam bentuk angka, seperti sejarah singkat perusahaan dan bidang usaha perusahaan.
Adapun sumber data dalam penelititan ini adalah data sekunder, yaitu data yang diperoleh tidak langsung atau melalui perantara (dicatat dan diolah oleh pihak lain)

3.3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penulis dalam melakukan penelitian ini adalah Penelitian kepustakaan, yaitu pengumpulan dasar-dasar teori dan penelitian terdahulu, serta segala informasi yang berkaitan dengan peneltian yang berhubungan dengan masalah yang akan dibahas, seperti informasi didapat di internet maupun lainnya.
3.4. Definisi Operasional variabel
Variabel yang digunakan adalah:
  1. Return on Equity (ROE) atau umbalan kepada pemegang saham merupakan imbalan atau bagian yang diberikan oleh perusahaan kepada para pemegangn sahamnya. ROE merupakan perbandingan antara laba setelah pajak dibagi dengan modal sendiri.
  2. Return on Investment (ROI) atau imbalan investasi ROI merupakan hasil pendapatan sebelum bungan dan pajak ditambah penyusutan dibagi capital employed dikali seratus persen untuk tahun 2006-2008.
  3. Cash Ratio atau rasio kas adalah hasil dari kas ditambah bank ditambah surat berharga jangka pendek dibagi dengan kewajiban lancer dikali seratus persen untuk tahun 2006-2008.
  4. Current Ratio atau rasio lancer adalah kas lancer dibagi dengan kewajiban lancer dikali seratus persen untuk tahun 2006-2008.
  5. Collection Periods (CP) atau perputaran piutang merupakan total piutang usaha dibagi total pendapatan usaha dikali 365 hari untuk tahun 2006-2008.
  6. Inventory Turnover atau perputaran persediaan adalah total persediaan dibagi total pendapatan usaha dikali 365 hari untuk tahun 2006-2008.
  7. Total Asset Turnover (TATO) atau perputaran total asset adalah total pendapatan dibagi dengan capital employed dikali seratus persen untuk tahun 2006-2008.
  8. Rasio Total Modal sendiri terhadap total asset merupakan total modal sendiri dibagi total aset dikali seratus persen utnuk tahun 2006-2008.
3.5. Teknik Analisis Data
  1. Imbalan kepada pemengan saham atau Return on Equity (ROE)
ROE =
Laba Setelah Pajak
X 100%
Modal Sendiri

  1. Imbalan Investasi atau Return on Invesment (ROI) dihitung dengan rumus
ROI =
EBIT + Penyusutan
X 100%
Capital Employed

  1. Rasio kas atau cash ratio dihitung dengan rumus
Cash Ratio =
Kas + Bank + Surat berharga jangka pendek
X 100%
Kewajiban Lancar

  1. Current Ratio atau rasio lancer dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Current Ratio =
Aktiva Lancar
X 100%
Kewajiban Lancar

  1. Collection Periods (CP) dihitung dengan rumus berikut:
Collection Periods =
Total Piutang Usaha
X 365 hari
Total Pendapatan Usaha

  1. Perputaran Persediaan (PP) atau inventory Turnover dengaqn rumus sebagai berikut :
PP =
Total Persediaan
X 365 hari
Total Pendapatan Usaha

  1. Perputaran Total Aset atau Total Aset Turnover (TATO) dihitung dengan rumus berikut :
TATO =
Total Peendapatan
X 100%
Capital Employed

  1. Rasio total modal sendiri terhadap total asset. TMS (total modal sendiri) terhadap TA (total aser) dihitung dengan rumus sebagai berikut ini :
TMS terhadap TA =
Total Modal Sendiri
X 100%
Total Asset

Tingkat kesehatan BUMN sesuai Pasal 3 keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor: KEP-100/MBU/2002: tingkat kesehatan BUMN digolongkan menjadi:
  1. Sehat, yang terdiri dari:
AAA apabila skor (TS) lebih besar 95
AA apabila 80 <>
A apabila 65 <>
  1. Kurang sehat, yang terdiri dari :
BBB apabila 50 <>
BB apabila 40 <>
B apabila 30 <>
  1. Tidak sehat, yang terdiri dari :
CCC apabila 20 <>
CC apabila 10 <>
C apabila TS <>
DAFTAR PUSTAKA

  • Eugene F. Brigham dan Joel F.Houston. 2001. Manajemen Keuangan Buku ke-1. Jakarta: Eralangga
  • John J. Wild, K. R Subramanyam dam Robert F. Halsey. 2005. Financial Statement Analysis Buku ke-2. Salemba Empat
  • Munawir. S. 2004. Analisa Laporan Keuangan Edisi keempat. Liberty. Yogyakarta
  • Harahap.2006. Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta
  • http//:www.kimiafarma.co.id
  • Sugiyono.2005. Metode Penelitian Bisnis. Alfabeta. Bandung