a. Sistem Politik Di Negara Komunis :
Bercirikan
pemerintahan yang sentralistik, peniadaan hak milk pribadi, peniadaan
hak-haak sipil dan politik, tidak adanya mekanisme pemilu yang terbuka,
tidak adanya oposisi, serta terdapat pembatasan terhadap arus informasi
dan kebebasan berpendapat
b. Sistem Politik Di Negara Liberal :
Bercirikan
adanya kebebasan berpikir bagi tiap individu atau kelompok; pembatasan
kekuasaan; khususnya dari pemerintah dan agama; penegakan hukum;
pertukaran gagasan yang bebas; sistem pemerintahan yang transparan yang
didalamnya terdapat jaminan hak-hak kaum minoritas
c. Sistem Politik Demokrasi Di Indonesia :
Sistem politik yang didasarkan pada nilai, prinsip, prosedur, dan kelembagaan yang demokratis. Adapun sendi-sendi pokok dari sistem politik demokrasi di Indonesia adalah :
1. Ide kedaulatan rakyat
2. Negara berdasarkan atas hukum
3. Bentuk Republik
4. Pemerintahan berdasarkan konstitusi
5. Pemerintahan yang bertanggung jawab
6. Sistem Perwakilan
Pasca-Kemerdekaan
18 Agustus 1945, PPKI membentuk sebuah pemerintahan sementara dengan Soekarno sebagai Presiden dan Hatta sebagai Wakil Presiden. Piagam Jakarta yang memasukkan kata “Islam” di dalam sila pertama Pancasila, dihilangkan dari mukadimah konstitusi yang baru.
18 Agustus 1945, PPKI membentuk sebuah pemerintahan sementara dengan Soekarno sebagai Presiden dan Hatta sebagai Wakil Presiden. Piagam Jakarta yang memasukkan kata “Islam” di dalam sila pertama Pancasila, dihilangkan dari mukadimah konstitusi yang baru.
Republik
Indonesia yang baru lahir ini terdiri 8 provinsi: Sumatra, Kalimantan,
Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi, Maluku, dan Sunda
Kecil. Pada 22 Agustus 1945, Jepang mengumumkan mereka menyerah di
depan umum di Jakarta. Jepang melucuti senjata mereka dan membubarkan
PETA Dan Heiho. Banyak anggota kelompok ini yang belum mendengar tentang
kemerdekaan.
23
Agustus 1945 Soekarno mengirimkan pesan radio pertama ke seluruh
negeri. Badan Keamanan Rakyat, angkatan bersenjata Indonesia yang
pertama mulai dibentuk dari bekas anggota PETA dan Heiho. Beberapa hari
sebelumnya, beberapa batalion PETA telah diberitahu untuk membubarkan
diri. Pada 29 Agustus 1945 Rancangan konstitusi bentukan PPKI yang telah
diumumkan pada 18 Agustus 1945, ditetapkan sebagai UUD 45. Soekarno
dan Hatta secara resmi diangkat menjadi Presiden dan Wakil Presiden.
PPKI kemudian berubah nama menjadi KNIP (Komite Nasional Indonesia
Pusat). KNIP ini adalah lembaga sementara yang bertugas sampai pemilu
dilaksanakan. Pemerintahan Republik Indonesia yang baru, Kabinet
Presidensial, mulai bertugas pada 31 Agustus.
Sistem Pemerintahan Tahun 1950-1959 (Pemerintahan Parlemen)
Pada
tahun 1945-1950, terjadi perubahan sistem pemerintahan dari
presidentil menjadi parlemen. Dimana dalam sistem pemerintahan
presidentil, presien memiki fungsi ganda, yaitu sebagai badan eksekutif
dan merangkap sekaligus sebagai badan legislatif. Era 1950-1959 ialah
era dimana presiden Soekarno memerintah menggunakan konstitusi
Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950, dimana periode
ini berlangsung dari 17 Agustus 1950 sampai 5 Juli 1959.
Sebelum
Republik Indonesia Serikat dinyatakan bubar, pada saat itu terjadi
demo besar-besaran menuntut pembuatan suatu Negara Kesatuan. Maka
melalui perjanjian antara tiga negara bagian, Negara Republik
Indonesia, Negara Indonesia Timur, dan Negara Sumatera Timur dihasilkan
perjanjian pembentukan Negara Kesatuan pada tanggal 17 Agustus 1950.
Sejak
17 Agustus 1950, Negara Indonesia diperintah dengan menggunakan
Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950 yang menganut
sistem kabinet parlementer.
Dewan
Konstituante diserahi tugas membuat undang-undang dasar yang baru
sesuai amanat UUDS 1950. Namun sampai tahun 1959 badan ini belum juga
bisa membuat konstitusi baru. Maka Presiden Soekarno menyampaikan
konsepsi tentang Demokrasi Terpimpin pada DPR hasil pemilu yang berisi
ide untuk kembali pada UUD 1945.
Akhirnya,
Soekarno mengeluarkan Dekrit 5 Juli 1959, yang membubarkan
Konstituante. Pada masa ini terjadi banyak pergantian kabinet
diakibatkan situasi politik yang tidak stabil. Tercatat ada 7 kabinet
pada masa ini.
* 1950-1951 – Kabinet Natsir
* 1951-1952 – Kabinet Sukiman-Suwirjo
* 1952-1953 – Kabinet Wilopo
* 1953-1955 – Kabinet Ali Sastroamidjojo I
* 1955-1956 – Kabinet Burhanuddin Harahap
* 1956-1957 – Kabinet Ali Sastroamidjojo II
* 1957-1959 – Kabinet Djuanda
* 1951-1952 – Kabinet Sukiman-Suwirjo
* 1952-1953 – Kabinet Wilopo
* 1953-1955 – Kabinet Ali Sastroamidjojo I
* 1955-1956 – Kabinet Burhanuddin Harahap
* 1956-1957 – Kabinet Ali Sastroamidjojo II
* 1957-1959 – Kabinet Djuanda
Dekrit
Presiden 5 Juli 1959 ialah dekrit yang mengakhiri masa parlementer dan
digunakan kembalinya UUD 1945. Masa sesudah ini lazim disebut masa
Demokrasi Terpimpin. Isi dari Dekrit Presiden tersebut ialah:
1. Pembentukan MPRS dan DPAS
2. Kembali berlakunya UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950
3. Pembubaran Konstituante
2. Kembali berlakunya UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950
3. Pembubaran Konstituante
Sistem Pemerintahan Tahun 1959-1968 (Demokrasi Terpimpin)
Demokrasi
terpimpin adalah sebuah demokrasi yang sempat ada di Indonesia, yang
seluruh keputusan serta pemikiran berpusat pada pemimpinnya saja. Pada
bulan 5 Juli 1959 parlemen dibubarkan dan Presiden Sukarno menetapkan
konstitusi di bawah Dekrit Presiden. Soekarno juga membubarkan Dewan
Konstituante yang ditugasi untuk menyusun Undang-Undang Dasar yang
baru, dan sebaliknya menyatakan diberlakukannya kembali Undang-Undang
Dasar 1945, dengan semboyan “Kembali ke UUD’ 45″. Soekarno memperkuat
tangan Angkatan Bersenjata dengan mengangkat para jendral militer ke
posisi-posisi yang penting. PKI menyambut “Demokrasi Terpimpin” Sukarno
dengan hangat dan anggapan bahwa PKI mempunyai mandat untuk
persekutuan konsepsi yaitu antara nasionalisme, agama (Islam) dan
komunisme yang dinamakan NASAKOM.
Antara
tahun 1959 dan tahun 1965, Amerika Serikat memberikan 64 juta dollar
dalam bentuk bantuan militer untuk jendral-jendral militer Indonesia.
Menurut laporan di “Suara Pemuda Indonesia”: Sebelum akhir tahun 1960,
Amerika Serikat telah melengkapi 43 batalyon angkatan bersenjata. Tiap
tahun AS melatih perwira-perwira militer sayap kanan. Di antara tahun
1956 dan 1959, lebih dari 200 perwira tingkatan tinggi telah dilatih di
AS, dan ratusan perwira angkatan rendah terlatih setiap tahun. Kepala
Badan untuk Pembangunan Internasional di Amerika pernah sekali
mengatakan bahwa bantuan AS, tentu saja, bukan untuk mendukung Sukarno
dan bahwa AS telah melatih sejumlah besar perwira-perwira angkatan
bersenjata dan orang sipil yang mau membentuk kesatuan militer untuk
membuat Indonesia sebuah “negara bebas”. Di tahun 1962, perebutan Irian
Barat secara militer oleh Indonesia mendapat dukungan penuh dari
kepemimpinan PKI, mereka juga mendukung penekanan terhadap perlawanan
penduduk adat.
Era
“Demokrasi Terpimpin”, yaitu kolaborasi antara kepemimpinan PKI dan
kaum borjuis nasional dalam menekan pergerakan-pergerakan independen
kaum buruh dan petani, gagal memecahkan masalah-masalah politis dan
ekonomi yang mendesak. Pendapatan ekspor menurun, cadangan devisa
menurun, inflasi terus menaik dan korupsi birokrat dan militer menjadi
wabah.
Sistem Pemerintahan Tahun 1968-1998 (Orde Baru)
Orde
Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto di
Indonesia. Orde Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era
pemerintahan Soekarno. Orde Baru hadir dengan semangat “koreksi total”
atas penyimpangan yang dilakukan Orde Lama Soekarno.
Orde
Baru berlangsung dari tahun 1968 hingga 1998. Dalam jangka waktu
tersebut, ekonomi Indonesia berkembang pesat meski hal ini dibarengi
praktek korupsi yang merajalela di negara ini. Selain itu, kesenjangan
antara rakyat yang kaya dan miskin juga semakin melebar.
Pada
27 Maret 1968, MPR secara resmi melantik Soeharto untuk masa jabatan 5
tahun sebagai presiden, dan dia kemudian dilantik kembali secara
berturut-turut pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998.
Presiden Soeharto memulai “Orde Baru” dalam dunia politik Indonesia dan
secara dramatis mengubah kebijakan luar negeri dan dalam negeri dari
jalan yang ditempuh Soekarno pada akhir masa jabatannya. Salah satu
kebijakan pertama yang dilakukannya adalah mendaftarkan Indonesia
menjadi anggota PBB lagi. Indonesia pada tanggal 19 September 1966
mengumumkan bahwa Indonesia bermaksud untuk melanjutkan kerjasama dengan
PBB dan melanjutkan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan PBB, dan
menjadi anggota PBB kembali pada tanggal 28 September 1966, tepat 16
tahun setelah Indonesia diterima pertama kalinya.
Pada
tahap awal, Soeharto menarik garis yang sangat tegas. Orde Lama atau
Orde Baru. Pengucilan politik dilakukan terhadap orang-orang yang
terkait dengan Partai Komunis Indonesia. Sanksi kriminal dilakukan
dengan menggelar Mahkamah Militer Luar Biasa untuk mengadili pihak yang
dikonstruksikan Soeharto sebagai pemberontak. Pengadilan digelar dan
sebagian dari mereka yang terlibat “dibuang” ke Pulau Buru. Sanksi
non-kriminal diberlakukan dengan pengucilan politik melalui pembuatan
aturan administratif. Instrumen penelitian khusus diterapkan untuk
menyeleksi kekuatan lama ikut dalam gerbong Orde Baru. KTP ditandai ET
(eks tapol).
Orde
Baru memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi sebagai tujuan
utamanya dan menempuh kebijakannya melalui struktur administratif yang
didominasi militer namun dengan nasehat dari ahli ekonomi didikan Barat.
DPR dan MPR tidak berfungsi secara efektif. Anggotanya bahkan
seringkali dipilih dari kalangan militer, khususnya mereka yang dekat
dengan Cendana. Hal ini mengakibatkan aspirasi rakyat sering kurang
didengar oleh pusat. Pembagian PAD juga kurang adil karena 70% dari PAD
tiap provinsi tiap tahunnya harus disetor kepada Jakarta, sehingga
melebarkan jurang pembangunan antara pusat dan daerah.
Soeharto
siap dengan konsep pembangunan yang diadopsi dari seminar Seskoad II
1966 dan konsep akselerasi pembangunan II yang diusung Ali Moertopo.
Soeharto merestrukturisasi politik dan ekonomi dengan dwitujuan, bisa
tercapainya stabilitas politik pada satu sisi dan pertumbuhan ekonomi
di pihak lain. Dengan ditopang kekuatan Golkar, TNI, dan lembaga
pemikir serta dukungan kapital internasional, Soeharto mampu
menciptakan sistem politik dengan tingkat kestabilan politik yang
tinggi.
Selama
masa pemerintahannya, kebijakan-kebijakan ini, dan pengeksploitasian
sumber daya alam secara besar-besaran menghasilkan pertumbuhan ekonomi
yang besar namun tidak merata di Indonesia. Contohnya, jumlah orang
yang kelaparan dikurangi dengan besar pada tahun 1970-an dan 1980-an.
Di
masa Orde Baru pemerintah sangat mengutamakan persatuan bangsa
Indonesia. Setiap hari media massa seperti radio dan televisi
mendengungkan slogan “persatuan dan kesatuan bangsa”. Salah satu cara
yang dilakukan oleh pemerintah adalah meningkatkan transmigrasi dari
daerah yang padat penduduknya seperti Jawa, Bali dan Madura ke luar
Jawa, terutama ke Kalimantan, Sulawesi, Timor Timur, dan Irian Jaya.
Namun dampak negatif yang tidak diperhitungkan dari program ini adalah
terjadinya marjinalisasi terhadap penduduk setempat dan kecemburuan
terhadap penduduk pendatang yang banyak mendapatkan bantuan pemerintah.
Muncul tuduhan bahwa program transmigrasi sama dengan jawanisasi yang
disertai sentimen anti-Jawa di berbagai daerah, meskipun tidak semua
transmigran itu orang Jawa.
Sistem Pemerintahan Tahun 1998-Sekarang (Reformasi)
Mundurnya
Soeharto dari jabatannya pada tahun 1998 dapat dikatakan sebagai tanda
akhirnya Orde Baru, untuk kemudian digantikan “Era Reformasi“.
Masih
adanya tokoh-tokoh penting pada masa Orde Baru di jajaran pemerintahan
pada masa Reformasi ini sering membuat beberapa orang mengatakan bahwa
Orde Baru masih belum berakhir. Oleh karena itu Era Reformasi atau
Orde Reformasi sering disebut sebagai “Era Pasca Orde Baru”. Era
Reformasi di Indonesia dimulai pada pertengahan 1998, tepatnya saat
Presiden Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998 dan digantikan
wakil presiden BJ Habibie.
Krisis
finansial Asia yang menyebabkan ekonomi Indonesia melemah dan semakin
besarnya ketidak puasan masyarakat Indonesia terhadap pemerintahan
pimpinan Soeharto saat itu menyebabkan terjadinya demonstrasi
besar-besaran yang dilakukan berbagai organ aksi mahasiswa di berbagai
wilayah Indonesia.
Pemerintahan
Soeharto semakin disorot setelah Tragedi Trisakti pada 12 Mei 1998
yang kemudian memicu Kerusuhan Mei 1998 sehari setelahnya. Gerakan
mahasiswa pun meluas hampir diseluruh Indonesia. Di bawah tekanan yang
besar dari dalam maupun luar negeri, Soeharto akhirnya memilih untuk
mengundurkan diri dari jabatannya.
Referensi:
http://serbasejarah.blogspot.com/2011/06/pergantian-sistem-pemerintahan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar