ASEAN-CHINA FREE
TRADE AREA (CFTA) DAN PENGARUHNYA PADA DAYA SAING INDONESIA
Penulis: Dr. Makarim
Wibisono
Abstraksi:
Sejak kelahiran
ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) pada tahun 2002, gagasan tesrsebut telah
memancing banyak pertanyaan. Mengapa ACFTA perlu disepakati? Apa pula
manfaatnya pada ekonomi dan pembangunan negara-negara ASEAN? Bagaimana
pengaruhnya terhadap daya saing negara-negara ASEAN yang rendah terkecuali
Singapore, dan Malaysia? Gaung pertanyaan ini sejak awal 2010 muncul lebih
nyaring karena ketentuan pasar bebas ASEAN - Cina harus mulai dilaksanakan pada
tahun ini di Indonesia, Brunei, Malaysia, Thailand, Singapore dan Thailand.
Sedangkan negara-negara yang belakangan bergabung dalam ASEAN seperti Kamboja,
Laos, Myanmar dan Vietnam mulai menerapkannya lima tahun kemudian. Tulisan ini
membahas masalahmasalah yang muncul dari pertanyaan-pertanyaan di atas dan juga
memberikan berbagai solusi dalam mengatasi dilema yang timbul dari penerapan ACFTA
tersebut.
KEBANGKITAN CHINA DAN
IMPLIKASINYA TERHADAP INDONESIA: PERSPEKTIF EKONOMI DAN POLITIK KEAMANAN
Penulis: Prof. Anak
Agung Banyu Perwita, Ph.D·
Abstraksi:
Kebangkitan RRC
sebagai sebuah kekuatan baru dalam kancah ekonomi dan politik keamanan global
telah menyedot perhatian yang begitu luas dan dalam. Hal ini kemudian memicu
berbagai diskusi dan perdebatan apakah RRC akan menjadi kekuatan baru yang akan
berifat hegemonik. Akan sangat menarik sekali bagi kita untuk dapat melihat
fenomena hegemoni yang akan dijalankan oleh RRC, terutama dari sisi ekonomi dan
palitik keamanan, sehingga kita dapat menyikapinya dengan arif. Dengan
demikian, tulisan ini akan membahas tentang kebangkitan RRC khususnya dalam
bidang ekanomi dan politik keamanan dan juga implikasinya terhadap tatanan
dunia pada umumnya dan juga implikasinya terhadap Indonesia pada khususnya
Oleh
Hidayatullah
Muttaqin
Pemerintah
melalui Menteri Perdagangan Marie Elka Pangestu secara meyakinkan telah
memutuskan untuk melanjutkan ACFTA secara penuh tanpa penundaan dan tanpa
pemilahan pos tarif. Kebijakan yang tidak mewakili kepentingan dalam negeri
tersebut menjadi berita buruk bagi masyarakat termasuk kalangan pengrajin.
Betapa
tidak baru tiga bulan ACFTA dilaksanakan, omzet pengrajin mebel di Jawa Tengah
turun drastis 50% dari Rp 50 juta menjadi Rp 25 juta. Industri kecil lainnya,
omzet pengrajin batik turun 40%. Ketua Asosiasi Perajin dan Industri Kecil
Kabupaten Cilacap, Sumarmo menyatakan penurunan omzet 50% juga dialami
pengrajin dari bambu. Katanya: “Sebelum
ACFTA bisa mencapai Rp 50 juta per bulan dengan pasar Jakarta, Bandung,
Semarang, dan Yogyakarta.”
Penurunan
omzet pengrajin ini secara drastis akibat ACFTA menambah daftar ketidakpedulian
pemerintah atas rakyatnya. Pemerintah lebih berorientasi pada kepentingan asing
dengan slogan yang penting kesohor. Semua ini akibat liberalisasi ekonomi yang
melanda negeri kita sebagai konsekwensi cengkraman neoimperialisme.
[Jurnal Ekonomi Ideologis / www.jurnal-ekonomi.org]
Tema: Perdagangan Bebas
Judul: Dampak Perdagangan Bebas ASEAN-CHINA (ACFTA) bagi
Perekonomian Indonesia
Latar Belakang
Kebangkitan RRC
sebagai sebuah kekuatan baru dalam kancah ekonomi dan politik keamanan global
telah menyedot perhatian yang begitu luas dan dalam. Hal ini kemudian memicu
berbagai diskusi dan perdebatan apakah RRC akan menjadi kekuatan baru yang akan
berifat hegemonic. Sejak itulah lahir ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) pada
tahun 2002, gagasan tesrsebut telah memancing banyak pertanyaan. Mengapa ACFTA
perlu disepakati? Apa pula manfaatnya pada ekonomi dan pembangunan
negara-negara ASEAN? Bagaimana pengaruhnya terhadap daya saing negara-negara
ASEAN yang rendah.
Pemerintah
melalui Menteri Perdagangan Marie Elka Pangestu secara meyakinkan telah memutuskan
untuk melanjutkan ACFTA secara penuh tanpa penundaan dan tanpa pemilahan pos
tarif. Kebijakan yang tidak mewakili kepentingan dalam negeri tersebut menjadi
berita buruk bagi masyarakat termasuk kalangan pengrajin. Ini dibuktikan pada
omzet pengrajin mebel di Jawa Tengah turun drastis 50% dari Rp 50 juta menjadi
Rp 25 juta. Industri kecil lainnya, omzet pengrajin batik turun 40% dalam tiga
bulan pelaksanaan ACFTA. Akan sangat menarik
sekali bagi kita untuk dapat melihat fenomena hegemoni yang akan dijalankan
oleh RRC, terutama dari sisi ekonomi sehingga kita dapat menyikapinya dengan
arif.
Menurut saya, pemerintah harus pemerintah harus memiliki kebijakan dalam hal ini seperti dalam contoh Usaha Kecil dan Menengah (UKM) diatas, agar para pelaku UKM merasa aman dengan produknya yang bersaing dengan produk dari China, padahal seharusnya dengan adanya perjanjian ACFTA dapat berdampak positif dan memberi keuntungan untuk para pelaku UKM di Indonesia, dengan seperti itu UKM seharusnya bisa meningkatkan kualitas produk dan meningkatkan produktifitas yang tinggi dengan biaya produksi yang bisa ditekan. Dengan hal ini UKM bisa berkembang dan meningkatkan daya saing mereka dengan produk China.
Menurut saya, pemerintah harus pemerintah harus memiliki kebijakan dalam hal ini seperti dalam contoh Usaha Kecil dan Menengah (UKM) diatas, agar para pelaku UKM merasa aman dengan produknya yang bersaing dengan produk dari China, padahal seharusnya dengan adanya perjanjian ACFTA dapat berdampak positif dan memberi keuntungan untuk para pelaku UKM di Indonesia, dengan seperti itu UKM seharusnya bisa meningkatkan kualitas produk dan meningkatkan produktifitas yang tinggi dengan biaya produksi yang bisa ditekan. Dengan hal ini UKM bisa berkembang dan meningkatkan daya saing mereka dengan produk China.
Kesalahan pemerintah
adalah tidak mempersiapkan usaha mikro dan industri-industri lokal secara baik,
seharusnya pemerintah dapat memanfaatkan perjanjian ini guna memajukan
perekonomian bangsa, sedangkan pemerintah China sendiri telah mempersiapkan
dengan baik industri-industri lokalnya untuk memanfaatkan perjanjian ini. Banyak
yang menyebutkan perjanjian ACFTA ini hanya akan menguntungkan pihak China saja
dan sebaliknya hanya akan menurunkan produksi dalam negeri.
Sumber Jurnal
http://library.gunadarma.ac.id/journal/view/4778/asean-china-free-trade-area-cftadan-pengaruhnya-pada-daya-saing-indonesia.html/
REFERENSI BERITA:Bisnis Indonesia (7/4/2010) : Omzet Perajin Turun 50% karena ACFTA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar